Artikel
Sejarah Desa Ngepeh
Dilereng Gunung Wilis tepatnya dibagian Utara Gunung tersebut, terdapat bebrapa wilayah dengan segerombol penduduk yang tersebar merata. Ada sebagian yang sudah tersusun Pemerintahan dan mempunyai nama Desanya, tetapi letak wilayahnyapun sangat jauh dari segerombolan penduduk yang lain.
Sedang tepat di tengah-tengah wilayah segerombolan Penduduk itu belum mempunyai nama Desa untuk kelompoknya. Meskipun hubungan diantara mereka sudah erat dan saling menolong satu sama lain.
Suatu ketika di tengah malam mencekam, turun hujan lebat bersama angin yang kencang melanda wilayah segerombolan penduduk itu. Semua penduduk berada di ruma mereka masing-masing. Tak ada satupun penduduk yang berani keluar rumah. Hujan turun sepanjang malam, hingga air mencapai ketinggian setengah lutut manusia, tepat pukul 03.00 dini hari akhirnya hujanpun reda.
Keesokan harinya, burung-burung berkicau bersautan menyambut cerahnya pagi itu, sang mentari dengan hangatnya ikut tersenyum menerangi wilayah yang semalam diguyur hujan lebat. Dedaunan dan rumput tanpak hijau segar membawa semangat para penduduk untuk bangun pagi-pagi dan memulai aktifitasnya sehari-hari seperti bertani, berladang ataupun berkebun.
Sesaat sebelum mereka mengawali aktifitas, mereka dikejutkan dengan lingkungan sekitar mereka yang masih banyak tergenang air disertai tanaman-tanaman yang hanyut terbawa air hujan dan ikan-ikan yang masih berkecipak kecipuk digenangan air tersebut. Dengan segera mereka berburu barang yang masih bisa dimanfaatkan, betapa gembirannya mereka tertunda untuk hari itu, karena mereka disibukan dengan bersih-bersih lingkungan sekitar mereka.
Sekali lagi mereka dikejutkan dengan saat mereka sedang asik-asiknya kerja bakti, karena disebelah selatan pohon terembesi tergeletak mayat seorang laki-laki. Dengan segera mereka berlarian menghampiri dan melihat mayat tersebut. Salah seorang dari mereka mencoba bertanya, apakah mereka kenal dengan mayat laki-laki tersebut, satu persatu penduduk ditanya satu persatu, tapi tidak ada satupun yang mengenalnya.
Kemudian mereka berduyun-duyun membawa mayat mereka kewilayah seberang, tapi tetap tidak ada yang mengenalnya. Dan begitu terus hingga ke 13 wilayah segerombolan penduduk mereka datangi, tapi tak kunjung jua dapatkan hasil, dengan keputusasaan, letih dan lesu mereka semua berkumpul dan beristirahat sambil bercengkerama,
Akhirnya salah seorang dari mereka berdiri dengan tegak dan berkata “Kawan-kawanku semuanya, tak ada gunanya kita lanjutkan mencari identitas orang laki-laki ini. Siapapun dia, darimana asalnya, saudara kita atau bukan, yang jelas mayat laki-laki ini membuat kita bisa berkumpul semua disini saling membantu, saling mendukung dan saling peduli.
Bagaimana kalau kita buat suatu pemerintahan agar hubungan kita semua tetap terjaga dengan baik, Tetapi sebelumnya kita namai dulu wilayah kita ini, kita berasal dari 13 gerombol yang sangat luas wilayahnya jika disatupadukan.
Berarti kita “Ngepehi” bahasa jawanya atau kita berkuasa paling banyak daripada yang lain dengan jumlah penduduk kurang lebih 8.500 jiwa, kita namai saja Desa kita dengan nama Desa NGEPEH”
“SETUJU” dengan serentak dan kompak semua orang menjawab, kemudian mereka langsung mengubur mayat tersebut disebelah utaranya sungai dan tempat itu sekaligus dijadikan tempat pemakaman umum Desa Ngepeh.
Beberapa nama Dusun :
Dusun Sono karena banyak tanaman kayu Sono
Dusun Ngepeh
Dusun Pabrik Bubrah
Dusun Mojosari
Dusun Lorubung
Dusun Mojoranu
Dusun Musu
Dusun Pucung
Dusun Sumbersari
Dusun Bodor
Dusun Sugihwaras
Dusun Sumberunut
Dusun Sonangan
Adapun masih banyak lagi nama-nama lingkungan seperti Lorsari mengambil Lor Mojosari, dan lain sebagainya, mulai dari zaman Purbakala dulu Adapun Pemimpin seterusnya yang menjabat di Desa Ngepeh adalah :
Lurah Wiro Dikromo
Haji Abdullah Sajad
Mangun diharjo
Kades Towo Rahardjo
Kades Subakat
Kades Supardi
Kades H. Imam Subari
Kades Moh. Mahfur
Kades Sugeng Harianto, SE
Kades M Afifodin, ST